Aqiqah Madenah Assalamu’alaikum, Ayah Bunda! Rasanya sudah lama kita tidak membahas seputar aqiqah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai pengertian aqiqah.

Menurut bahasa, aqiqah berarti “bulu” atau “rambut anak yang baru lahir”. Sedangkan menurut istilah berarti : menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak baik itu laki-laki atau perempuan sesuai dengan ketentuan agama islam.

Aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, baik perempuan maupun laki-laki berupa penyembelihan hewan dan pemotongan rambut. Pada hari itu pula biasanya anak diberi nama. Jika pada waktu itu belum dapat melaksanakan, aqiqah boleh dilakukan asal anak itu belum sampai masa baligh atau dewasa.

Untuk ketentuan hewan aqiqah ialah kambing atau domba. Bagi anak laki-laki dua ekor kambing sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing.

Siapa Yang Bertanggung Jawab Dalam Aqiqah?

Hukum Aqiqah adalah sunnah bagi orang tua anak. Pada dasarnya hukum aqiqah adalah sunnah muakkad. Aqiqah itu sendiri dianjurkan untuk orang yang mampu untuk mengerjakannya, artinya dalam hal ini tidak mengandung unsur paksaan. Jika kita tidak mampu untuk aqiqah maka tinggalkanlah sepeti firman Allah dalam Al-Quran surat At-Taghobun ayat 16 yang artinya:

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.”

Aqiqah merupakan tanggung jawab seorang Ayah. Sebab, Ayah memiliki kewajiban untuk menafkahi anak dan keluarga. Maka dengan kata lain aqiqah tidak ditanggungkan kepada Ibu, saudara, maupun orang lain. Hak tersebut tetap menjadi tanggung jawab Ayah.

Beberapa ulama mengemukakan pendapat mengenai siapa yang menanggung pelaksanaan aqiqah. Simak beberapa pendapat yang dilansir dari laman web “kaosbapaksholeh.com”

  • Menurut Mazhab Maliki dan Hambali yang bertanggung jawab untuk aqiqah adalah orang tua laki-laki (ayah). Kemudian ada pendapat yang menguatkan, yaitu Imam Ahmad ketika ditanya jika belum diaqiqahkan oleh ayahnya, hukumnya bagaimana? Beliau menjawab : kewajiban itu atas ayahnya.
  • Pendapat Ibnu Hazm Adzahiri, jika si anak memiliki harta dan mampu untuk mengaqiqahkan dirinya sendiri maka boleh, akan tetapi jika tidak mampu dan masih memiliki ayah, maka ayah yang harus bertanggung jawab. jika si anak tidak mampu, dan tidak memiliki ayah. Maka ibunyalah yang akan bertanggung jawab atasnya.
  • Yang berhak mengaqiqahkan adalah ayah. Tidak mesti orang tua, Rasulullah SAW. Pernah mengaqiqahkan cucunya hasan husen, sebab waktu itu perekonomiannya Ali sedang terhimpit jadi Rasulullah SAW membantunya. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, yang berkewajiban atas aqiqah tidak hanya orang tua, akan tetpai orang yang memelihara juga bersangkutan.

Jika Orang Tua Tidak Mampu Bagaimana?

Ditegaskan kembali bahwa menunaikan aqiqah hukumnya sunnah muakkad. Dianjurkan bagi orangtua yang mampu, maka apabila orang tua dari bayi tersebut dikatakan tidak mampu menunaikan aqiqah barang itu hanya dengan memotong atau mengelola aqiqahnya secara mandiri atau diserahkan kepada jasa layanan aqiqah, maka tanggung jawab orangtua untuk mengaqiqahkan anaknya menjadi gugur.

Sebab, aqiqah hanya dianjurkan bagi yang mampu seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 286 yang artinya:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Begitu juga apabila orang tua bayi telah meninggal dunia dan belum sempat menunaikan aqiqah untuk anak-anak yang ditinggalkannya maka ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan.

  1. Jika orang tua mereka tidak memiliki kesanggupan ekonomi, maka anak tersebut tidak berkewajiban mengqodo aqiqahnya.
  2. Jika orang tua mereka mampu menunaikan aqiqah, tetapi ia meremehkan syari’at sehingga sampai ia meninggal pun masih belum menunaikan aqiqahnya , maka anak tersebut harus melaksanakan aqiqah dan mendiskusikannya dengan keluarga.

Sebagian ulama berpendapat mengenai menunaikan aqiqah diri sendiri. Jika ada seseorang yang ingin menunaikan aqiqah untuk dirinya dan jika memang dia tahu bahwa orangtuanya belum mengaqiqahkan dirinya, maka hukumnya diperbolehkan.

Namun, sebagian ulama juga berpendapat bahwa yang boleh mengaqiqahkan anaknya hanyalah ayah dari anak tersebut. Jika ayahnya menunaikan aqiqah anaknya, maka ia mendapatkan pahala, begitu juga sebaliknya. Pendapat ini adalah pendapat yang sering digunakan banyak orang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa aqiqah adalah tanggung jawab dari ayahnya. Yuk, tunggu apa lagi? Saatnya tunaikan aqiqah si kecil di Aqiqah Al Hilal, sekarang juga!

Sumber gambar: Aqiqah Al Hilal

Penulis: Elis Parwati

Kategori: Blog